Selasa (27/02), drg. Maria Goreti Widiastuti, Sp.BM.
resmi menyandang gelar Doktor dalam acara Ujian Terbuka Promosi Doktor Sekolah
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Pada acara yang diselenggarakan di
Auditorium Gedung Sekolah Pascasarjana UGM ini, Maria menjadi lulusan doktor ke-3888 yang
lahir dari UGM pada Program Studi Bioteknologi, Minat Studi Rekayasa Biomedis.
Pada acara tersebut, Maria memaparkan hasil
penelitiannya yang berjudul Kajian Morfometri Kraniomaksilofasial Perempuan
Jawa dengan Perangkat Lunak Computed-Aided-Design
(CAD) untuk Rekonstruksi Pasca Reseksi Ameloblastoma Mandibula. “Ameloblastoma
merupakan tumor jinak odontogenik yang sering terjadi pada rahang dan
mandibula. Penderitanya sampai saat ini banyak yang harus menjalani tindakan
radikal berupa reseksi rahang,” tutur Maria.
Maria melanjutkan bahwa reseksi rahang seringkali
menyebabkan defek mandibula. “Hilangnya pelekatan otot-otot pengunyahan akibat
defek akan menimbulkan gangguan fungsi estetis dan fungsi fisiologis sehingga
perlu dilakukan rekonstruksi,” ujar Maria. Tidak sampai disitu, pembuatan dan
pemasangan pelat rekonstruksi yang tidak ada panduannya akan menyebabkan
terjadinya komplikasi pasca rekonstruksi seperti lepasnya sekrup, plate exposeure, pelat patah, infeksi,
dan juga rasa sakit serta stress psikologis bagi pasien.
Permasalahan ini menunjukkan bahwa tindakan
rekonstruksi yang bertujuan untuk mengatasi masalah, namun justru menimbulkan
masalah baru. Maka untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan suatu panduan
yang tepat. Pengembangan dalam bidang teknik radiologi dan perangkat lunak Computed-Aided-Design (CAD) memungkinkan
pembuatan model mandibula 3 dimensi, baik dalam bentuk fisik maupun virtual.
“Perangkat lunak ini merupakan salah satu pilihan yang dapat digunakan untuk
pengukuran parameter kraniomaksilofasial,” ungkap Ketua KSM Bedah Mulut RSUP
Dr. Sardjito, Yogyakarta ini.
Subjek penelitian ini berasal dari RSUP Dr Sardjito
yang merupakan perempuan asli Jawa dan tinggal di Jawa dengan umur 30-50 tahun.
“Hal ini dilakukan karena morfologi wajah dipengaruhi oleh ras, jenis kelamin,
umur, dan status gigi,” jelas Maria. Penelitian ini akan mengkaji morfometri
kraniomaksilofasial pasien dengan perangkat lunak CAD untuk rekonstruksi pasca
reseksi ameloblastoma mandibula. “Tujuan dari penelitian ini untuk membuat
formula parameter mandibula yang mengalami defek berdasarkan parameter
kraniomaksilofasialis untuk rekonstruksi pasca reseksi mandibular,” tutur
Maria.
Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa lebar
bizigoma mempunyai hubungan dan kontribusi dengan 12 formula parameter mandibula
pada defek LCL; Jarak bitemporal, lebar bizigoma dan parameter mandibula
dekstra mempunyai hubungan dan kontribusi dengan 9 formula parameter mandibula
parameter mandibula tipe H sinistra; Tinggi wajah total, jarak bitemporal,
lebar bimaksila dan parameter mandibula sinsitra mempunyai hubungan dan
kontribusi dengan 10 formula parameter mandibula parameter mandibula tipe H
dekstra; Jarak nation-subnation, lebar bimaksila, lebar bizigoma, panjang
maksila dekstra dan besar sudut gonial mandibula dekstra mempunyai hubungan dan
kontribusi dengan 4 formula parameter mandibula defek tipe C. “Formula
parameter mandibula yang mengalami defek pada berbagai tipe dapat diaplikasikan
untuk pengembangan pembuatan model geometris 3D yang akurat, perencanaan
pre-operasi dan evaluasi pasca operasi pada rekonstruksi mandibula.” pungkas
Maria. (ags)