Soedjatmoko adalah seorang generalis kontemplatif. oleh sebab itu hampir seluruh
sisi kehidupannya menjelajahi bidang-bidang apa saja, kedokteran, politik, ekonomi,
bahasa, budaya, teknologi dan agama dia lakukan, tanpa dia sendiri menjadi "ahli"
dalam salah satu bidang yang digelutinya.
Seodjatmoko pernah menjadi Rektor Universitas PBB di Jepang, sekalipun tidak
memiliki gelar akademik yang formal, sebab tidak ada yang dirampungkan sekolahnya
di bangku kuliah, namun mendapatkan banyak gelar doktor kehormatan dari pelbagai
universitas di negara-negara maju seperti Amerika, Eropa dan Asia. Bung Koko
demikian kerap disapa dengan akrab, seorang cendekiawan yang juga pernah bertugas
di Amerika Serikat menjadi duta besar.
Sebagai seorang generalis Bung Koko menjelajah ke mana-mana dan memang sekalipun
dianggap tidak ahli dalam salah satu bidang tertentu, tetapi memiliki kepiawian
yang dalam yang dapat tergambar dalam karya-karyanya. Karena menguasai bahasa
yang beragam karyanya tersebar ke seantero jagad. Sebagai seorang cendekiawan
Bung Koko bisa diakatakan sangat independen tidak seperti kebanyakan cendekiawan
yang masuk pada lingkaran kekuasaan menjadi pejabat publik apalagi pejabat politik,
Bung Koko konsisten dalam memperjuangkan soal kemerdekaan kaum cendekiawan.
inilah yang penting dilihat untuk masa sekarang
Saat ini mengapa para cendekiawan gampang tergoda pada politik praktis dalam
arti mendirikan dan terlibat dalam partai politik, tidak rajin berkarya. Apa
sesungguhnya yang menjadi motivasi atas keterlibatan cendekiawan dalam politik
dan pragmatisme? Apa saja yang menjadi penjara kaum cendekiawan selama ini sehingga
"suara kenabian" para cendekiawan cenderung melemah?
Apa yang bisa diharapkan dari para cendekiawan Indonesia, mungkinkah para cendekiawan
Indonesia mampu bersikap adil, jujur dan "membela rakyatnya" bukan
hanya memuja para elit politik, elit ekonomi, elit agama atau elit masyarakat
lainnya?
Disinilah pentingnya mendiskusikan tentang kemungkinan peran-peran yang dapat
dilakukan oleh kaum cendekiawan dan di sana juga ada halangan dan tembok besar
negara yang cenderung ketakutan dengan cendekiawan, cendekiawan dihadapkan dengan
idealisme dan tuntutan kondisi.
Pembicara:
1. Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif (Mantan Keua PP Muhammadiyah)
2. Dr. Haryatmoko, SJ (Dosen Pascasarjana Univ. Indonesia dan Univ.. Sanatha
Darmadar
Moderator : Zuly Qodir
Waktu dan tempat : Rabu, 23 Juni 2010 di Ruang Seminar Lantai
5 Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta
Peserta : Mahasiswa S1,S2,S3 dan peminat umum berjumlah kira-kira
150 orang
Acara ini Gratis, dan tempat terbatas