4 November 2008, bertempat di Keraton Yogyakarta, CRCS-UGM dan ICRS-Yogya diundang oleh Pangeran Charles untuk berdiskusi tentang dialog antar agama di Indonesia. Delegasi CRCS diwakili oleh direktur eksekutif CRCS, Dr. Zainal Abidin Bagir, dan 3 mahasiswa CRCS, Gregory Lee, warga negara Amerika, mhs crcs angkatan 2008, Novita, mahasiswa CRCS angkatan 2007, serta Willlis, alumni CRCS. Adapun delegasi ICRS diwakili oleh Prof. Bernard Adeney Risakotta, dan 3 mahasiswa ICRS, Ahmed Sabber, warga negara Mesir, Fransiska, mahasiswa ICRS angkatan 2008 dan Inayah, mahasiswa ICRS angkatan 2007.
Menurut Dr. Zainal Abidin Bagir, dalam pertemuan yang berlangsung secara santai tersebut, Pangeran Charles ingin mendengar bagaimana dialog antar agama yang berlangsung di Indonesia serta bagaimana pengalaman CRCS dan ICRS dalam bidang tersebut. Pengeran Charles menilai, meskipun tentu masih terdapat masalah di sana-sini, akan tetapi secara umum, Indonesia cukup memiliki pengalaman dan sejarah yang cukup panjang dalam mengelola dialog antar agama, dibandingkan tempat lain.
Lebih lanjut, Zainal Abidin Bagir menjelaskan bahwa kedatangan Pangeran Charles di Indonesia memiliki 2 agenda, yang pertama tentang hubungan antar agama-agama serta soal krisis lingkungan. Dalam pertemuan tersebut, Pangeran Charles mengaitkan kedua hal ini. Menurutnya agama-agama memiliki sumberdaya untuk ikut mengatasi krisis lingkungan. Misalnya NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang memiliki pengikut yang sangat banyak di Indonesia, kedua organisasi ini sangat potensial jika terlibat dalam gerakan lingkungan. Misalnya saja masing-masing mengeluarkan sebuah buku kecil tentang lingkungan yang memberi panduan konservasi lingkungan. Kegiatan seperti itu memiliki dampak yang sangat luas di kalangan pengikut kedua organisasi tersebut. Dalam kesempatan ini, Pengeran Charles memuji kemajuan dialog antar agama di Indonesia.
Selain berbicara tentang dialog antar agama dan krisis lingkungan hidup, Pangeran Charles juga menyinggung tentang persoalan interpretasi dalam agama-agama, dimana menurutnya semua agama bisa memberikan interpretasi yang mengarah pada kekerasan, bukan hanya Islam, misalanya fundamentalis Kristen di Amerika. Selain interpretasi yang mengarah pada kekerasan, interpretasi tersebut juga bisa mengarahkan pada perdamaian. Beliau menekankan bahwa salah satu tugas kita adalah mengembangkan interpretasi agama dalam konteks perdamaian yang lebih baik dan mengembangkan hubungan baik diantara umat beragama.
Lebih lanjut Zainal Abidin Bagir menjelaskan bahwa dipilihnya CRCS dan ICRS untuk berdiskusi dialog antar agama di Indonesia merupakan hasil rekomendasi Sri Sultan Hamungkebuono X, karena kedua program studi ini memiliki konsen yang sangat tinggi dalam bidang dialog antara agama. Zainal Abidin Bagir juga menegaskan bahwa saat ini, CRCS dan ICRS sedang berusaha mengembangkan studi agama di Indonesia, dan dengan adanya dukungan dari berbagai pihak seperti pemerintah Inggris, New Zealand dan Australia, diharapkan kedepannya CRCS dapat terlibat aktif dalam studi agama Internasional.
Menurut sekertaris eksekutif UGM, Djoko Moerdiyanto, UGM sangat senang dengan adanya perhatian khusus Pangeran Charles kepada Program Studi CRCS dan ICRS. Beliau juga menegaskan bahwa UGM sangat komited untuk mengembangkan studi agama.