Dalam sepuluh tahun terakhir demokratisasi di Indonesia terus bergulir merasuk
ke berbagai sektor, baik politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Pergerakannya
terus mengalami kemajuan meskipun di sana sini masih terkesan lamban. Di sisi
lain masih banyak yang menilai bahwa demokrasi kita masih berada pada taraf
prosedural, dan belum bisa dikatakan sebagai demokrasi substansial. Ada banyak
faktor yang menjadi penyebab lambannya proses demokratisasi di segala bidang,
antara lain belum efektifnya partai politik dalam menjalankan fungsinya, kesejahteraan
sosial ekonomi yang masih rendah, dan tingkat pendidikan yang belum merata.
Jika sepakat dengan tesis tersebut, maka penguatan ketahanan masyarakat sangat
bergantung pada seberapa jauh kita mampu mendorong percepatan proses demokratisasi
ke arah yang lebih substansial. Itu berarti obsesi menuju terciptanya masyarakat
sipil (civil society) adalah sebuah keniscayaan. Tanpa adanya peran serta masyarakat
sipil yang kuat dalam proses kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan,
maka demokrasi tidak akan hadir dan hidup secara substansial.
Dalam bidang perkembangan media, harus diakui bahwa selama ini, terutama pada
era Orde Baru, paradigma yang digunakan dalam memberikan peran terhadap media
masih diterminasi teknologi. Dalam memberikan peran media, senantiasa berangkat
dari asumsi the first media age di mana informasi diproduksi secara terpusat
(satu untuk banyak khalayak), arah komunikasi bersifat searah. Dalam pada itu
negara mengontrol terhadap semua informasi yang beredar, reproduksi stratifikasi
sosial dan ketidakadilan melalui media, dan khalayak informasi yang terfragmentasi.
Jika memang menginginkan media berperan penting dalam proses penguatan masyarakat,
maka asumsi the second media age perlu dipertimbangkan. Beberapa tesis utama
yang diajukan dalam the second media age itu antara lain, informasi desentralistik,
komunikasi dua arah, kontrol negara bersifat distributif, demokratisasi informasi,
dan penguatan kesadaran individual.
Inilah yang sering dikenal sebagai pendekatakan determinasi sosial, dimana masyarakat
harus berdaya terhadap informasi. Luapan konten informasi dan teknologi yang
memungkinkan untuk user generated sebagaimana karakter media baru seperti munculnya
blogs, website, citizen journalism, atau pun digitalisasi yang memungkinkan
semakin banyaknya jumlah siaran televisi, radio, webcast, dan juga semakin mudahnya
menerima terpaan informasi dimana saja, menjadikan masyarakat memiliki kesempatan
yang sangat besar menjadi konsumen informasi. Era informasi seharusnya menjadikan
masyarakat menjadi prosumen, produsen sekaligus konsumen informasi.
Merespons atas maraknya wacana the second media age ini, Departemen Komunikasi
dan Informatika dalam lima tahun terakhir telah mengubah paradigma komunikasi.
Aktivitas komunikasi sosial politik yang diterapkan Depkominfo telah berubah
dari paradigma communication to the people menjadi communication with the people.
Ini menunjukan bahwa Depkominfo telah memiliki komitmen kuat dalam upaya meningkatkan
ketahanan masyarakat melalui pemanfaatan berbagai media yang ada. Oleh karena
itu, diletakan dalam konteks membangun penguatan ketahanan masyarakat di Indonesia
kontemporer dan beberapa permasalahan serta kendala yang muncul dalam menciptakan
civil society, maka Diskusi Publik yang mengambil tema Peningkatan Ketahanan
Masyarakat Melalui Media, menjadi sangat terasa kuat urgensinya.
Dalam Diskusi Publik ini akan dibahas tiga pertanyaan: (1) Bagaimana meningkatkan
ketahanan masyarakat melalui media komunikasi, dalam konteks demokratisasi masyarakat
Indonesia kontemporer; (2) Bagaimana potensi peran media di Indonesia dalam
mengingkatkan ketahanan masyarakat; (3) Bagaimana membangun civil society melalui
peran media komunikasi menuju Indonesia yang adil, sejahtera, dan demokratis.
Dalam sarasehan ini akan diundang empat pakar, yaitu: Freddy H. Tulung
(Kepala BIP Depkominfo); Prof. Dr. Adrianus Meliala (Pakar
dari Universitas Indonesia); Prof. Dr. Timbul (Pakar Kebudayaan
dari Universitas Gadjah Mada); Prof. Dr. Heru Nugroho (Sosiolog
dan Pakar Media dari Universitas Gadjah Mada). Peserta aktif diskusi adalah
para akademisi dan praktisi kunci di masyarakat.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana UGM
bekerjasama dengan Badan Informasi Publik Depkominfo, bidang Pengelolaan
Pendapat Umum. Dari Sekolah Pascasarjana UGM sendiri melibatkan empat
program studi (Prodi) terkait tema diskusi publik, yaitu Prodi Kajian
Media dan Budaya, Prodi Ketahanan Nasional, Prodi Seni Pertunjukan, dan Prodi
Agama & Lintas Budaya.
Acara diadakan di Gedung Sekolah Pascasarjana UGM Jl. Teknika
Utara, Pogung Yogyakarta pada tanggal 26 Maret 2010. Diskusi
Publik diselenggarakan dari pukul 13.30 WIB (didahului dengan
makan siang bersama) sampai pukul 16.00 WIB. Sedangkan pertunjukan
wayang akan dimulai jam 19.00 WIB (diawali dengan ramah tamah
dan makan malam) sampai selesai. Dalang dalam pertunjukan wayang adalah Ki
Warseno Slank dari Solo dengan lakon Wahyu Kaprawiran
dan bintang tamu Marwoto dan Ida Ilala. Semua rangkaian acara
ini terbuka untuk peliputan wartawan.
Kontak Person:
Siti Nur Hidayah, telp 0274-564239, Hp 08112505563