Sekolah Pascasarjana UGM mengharapkan kehadiran mhs program doctor UGM untuk menghadiri seminar bulanan sekolah pasca sarjana UGM yang akan dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal : Rabu, 17 Juni 2009
Jam : 13:00 WIB
Tempat : Ruang Sidang A Lantai 5 SPS UGM.
Acara : Seminar hasil penelitian Wiryanto: Model Pengelolaan Perairan Tergenang berdasarkan Tingkat Kesuburan dan Pencemaran di Waduk Gajah Mungkur Jawa Tengah, Indonesia
Latar Belakang
Banjir yang terjadi di Kota Solo tahun 1966, merupakan peristiwa banjir besar di DAS Solo. Banjir, disebabkan wilayah tangkapan hujan di daerah hulu sungai Solo dalam keadaan kritis dan penanganannya belum dilakukan secara serius, akibatnya limpasan permukaan dan laju erosi tinggi serta produksi lahan semakin menurun.
Sejak Pelita I Pemerintah telah mengupayakan pengelolaan lahan di daerah tangkapan hujan melalui penghijauan oleh Dinas Teknis terkait, dengan penanaman jenis tanaman pioner. Namun, kenyataannya banjir masih terjadi di daerah hilir dan laju erosi masih tetap tinggi. Kemudian, pemerintah membangun waduk, yang dinamakan Waduk Serbaguna Wonogiri (Waduk Gajah Mungkur/WGM). Pembangunan WGM dimulai tahun 1975 – 1981. Berdasarkan perkiraan laju erosi aktual 1,2 mm/tahun, perkiraan umur ekonomis 100 tahun.
Tujuan pembangunan WGM: (1) Mengendalikan banjir di daerah hilir, (2) Pengembangan perikanan, (3) Pengembangan Pariwisata, (4) Hidrolistrik, dan (5) Keperluan irigasi di musim kemarau bagi daerah hilir.
Laju erosi di Daerah Tangkapan Air (DTA/Catchment Area) WGM tinggi, sehingga sedimentasi di daerah genangan tinggi. Kajian Direktorat Penelitian Masalah Air (DPMA, 1982), laju erosi diperkirakan sebesar 8,58 mm/tahun. Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Solo (Sub Balai RLKT Solo, 1985) memperkirakan laju erosi 26,00 mm/tahun. Fak. Kehutanan UGM-SBRLKT Solo (1996) memperkirakan umur ekonomis waduk dapat berkurang secara drastis dari rencana semula 100 tahun menjadi hanya 27 tahun.
Menurut Sudiro dalam Rosyid (2006), WGM Wonogiri diambang kritis. Elevasi air 134,26 m berada di ambang kritis (batas minimal 136,65 m). Bila elevasi air turun sampai 133,65 m, maka pintu air waduk harus ditutup. Pada keadaan tersebut, waduk tidak akan mampu mengairi area pertanian dan menggerakkan mesin PLTA Gajah Mungkur Wonogiri.
Erosi dari kawasan atas waduk dengan laju tinggi, perilaku wisata, dan budidaya ikan sistem karamba yang kurang ramah lingkungan, berdampak pada peningkatan, sedimentasi, kesuburan dan pencemaran perairan waduk, akhir kualitas dan kuantitas air waduk turun.
Waduk gajah Mungkur Wonogiri, berpotensi menjadi waduk dengan kesuburan tinggi (eutrof), oleh karena peningkatan jumlah KJA dan pengunjung waduk. Meningkatnya hara (N dan P) dari sisa pakan ikan dan metabolisme ikan menyebabkan blooming fitoplankton.
Komposisi dan kelimpahan fitoplankton, akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai tanggapan terhadap perubahan kondisi lingkungan, baik fisik, kimiawi maupun biologi (Reynolds, et al, 1984). Faktor penunjang pertumbuhan fitoplankton sangat kompleks dan saling berinteraksi antara faktor fisik, kimia dan biologi (Goldman and Horne, 1983).
Lilik Setiawan (22 tahun) dan kawan-kawan pencari ikan (dengan alat jaring) warga Dusun Karang Widodo – Glesungrejo, Kec. Baturetno, menganggap waduk sebagai sumber kehidupan setelah lahan pertaniannya hilang sudah mengalami penurunan produktivitas ikannya. Sehari mencari ikan hanya memperoleh antara 4-10 ekor, biasanya dapat diperoleh hingga 5-7 kg. Buangan limbah dari masyarakat di DTA, budidaya ikan, wisata diperkirakan menyebabkan penurunan kualitas air, sehingga menurunkan produktivitas ikan alami.