Jogja, SPs UGM (30/1) Kajian mobilitas pulau
kecil di Indonesia masih jarang dilakukan. Hal inilah yang menjadi alasan
Prapti Murwani, S.Sos, M.Si. memilih topik ini dalam disertasinya. Dalam
disertasi yang berjudul Pola Mobilitas Penduduk Pulau-Pulau Kecil, Studi Kasus:
Mobilitas Penduduk Kepulauan Lease ke Kota Ambon, Prapti berhasil berhasil meraih
gelar doktor pada program studi Ilmu Kependudukan Sekolah Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada, Selasa (30/01).
Pada promosi doktor yang diadakan di Auditorium Gedung Sekolah Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada ini, Prapti menyampaikan bahwa masyarakat yang tinggal di pulau
kecil memiliki angka mobilitas keluar pulau yang tinggi. Tingginya mobilitas
penduduk keluar pulau kecil akan membawa pengaruh pada daerah yang
ditinggalkan. “Kemudian pulau kecil akan kehilangan tenaga produktif mereka
sehingga kehidupan pada masyarakat pulau kecil akan tetap terbelakang,” ucap
Prapti.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pattimura ini menjelaskan bahwa Kepulauan Lease yang letaknya paling dekat
dengan Kota Ambon, memiliki sumberdaya alam yang melimpah bahkan menjadi salah
satu daerah tujuan para pedagang dunia. Namun penduduk wilayah ini justru
melakukan mobilitas ke luar pulau dan Kota Ambon menjadi salah satu tujuan
mereka, bahkan beberapa sektor strategis didominasi oleh penduduk dari Kepulauan
Lease.
Faktor demografi menjadi variabel penting dalam
memengaruhi siklus migran permanen di Kota Ambon. Variabel umur dan status
kawin berpengaruh terhadap tahapan proses pendewasaan dan kemandirian migran
untuk menetap dan menarik migran baru. Sebagian besar masyarakat Kepuluan Lease
juga menerapkan pola mobilitas berantai, dimana keberadaan migran terdahulu di
daerah asal memberikan pengaruh besar kepada migran baru dari awal kedatangan
hingga menjadi migran mandiri.
“Temuan dalam penelitian ini adalah menghasilkan teori
mobilitas penduduk yang menitikberatkan pada pengambilan keputusan individu
dalam melakukan mobilitas. Veriabel yang memengaruhi keputusan tersebut adalah
umur, status kawin, pekerjaan, keberadaan keluarga di daerah tujuan, jaringan
di daerah tujuan, serta filosofis hidup masyarakat,” ungkap wanita kelahiran
Kulonprogo, 22 Oktober 1975 ini.
Prapti juga menambahkan bahwa yang menjadi faktor
penghambat dalam mobilisasi adalah status sosial, kepemilikian lahan di daerah
asal, keamanan dan kenyamanan perawatan orang tua, serta konflik sosial daerah
tujuan. “Faktor penghambat migrasi tersebut selanjutnya menimbulkan arus migran
kembali ke daerah asal. Oleh sebab itu, migran lebih memilih untuk tinggal di
daerah asal.” tutup Prapti yang menjadi lulusan doktor dari UGM ke-3870 ini.