Jogja, SPs UGM (31/1)Dengan judul disertasi
Strategi Komunikasi, Ketersediaan dan Akses, Budaya, dan Sikap Sebagai
Determinan Faktor Kebiasaan Makan Pangan Lokal Di Kabupaten Bengkulu Utara
mengantarkan Mohamad Zulkarnain Yuliarso, S.P., M.Si. dalam meraih gelar doktor
di Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan Sekolah Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada. Mohamad berhasil menjadi lulusan doktor ke-3877 yang
lahir dari UGM dengan predikat cumlaude.
Pada acara promosi doktor yang diadakan di Auditorium Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, Rabu (31/01) lalu, Mohamad menyampaikan bahwa pangan pokok
merupakan kebutuhan dasar manusia yang dalam pemenuhannya menghadapi tantangan
cukup besar yaitu pertambahan jumlah penduduk yang pesat, ketergantungan pada
beras sebagai sumber karbohidrat, dan tingginya alih fungsi lahan. “Solusi yang
dilakukan adalah diversifikasi konsumsi pangan yang dinilai sebagai langkah
tepat untuk mengubah kebiasaan makan,” ujarnya.
Selain mampu memproduksi, lanjut Mohamad, diharapkan juga
rumha tangga petani dapat memanfaatkan apa yang mereka produksi sebagai bahan
pangan pokok. Kebiasaan pangan merupakan bentuk reaksi terhadap faktor
psikologis, lingkungan atau ekologi, kondisi sosial ekonomi, ketersediaan dan
akses terhadap sumber pangan lokal, budaya masyarakat setempat, dan pendidikan
atau penyuluhan melalui program-program terkait konsumsi pangan.
Sejak tahun 2010, Pemerintah Provinsi Bengkulu melalui Badan
Ketahanan Pangan Provinsi memiliki program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan (P2KP) dan telah dilakukan di 10 kabupaten/kota se-Provinsi Bengkulu.
“Namun program ini belum berjalan sempurna dalam merubah perilaku masyarakat
mengarah pada tujuan program yang sudah ditetapkan, terbukti dari rata-rata
skor PPH selama empat tahun terakhir yang lebih rendah dari skor ideal
nasional,” tutur pria kelahiran Palembang, 6 Juli 1963 ini.
Menurut Mohamad, strategi komunikasi yang dilakukan dalam
kegiatan diversifikasi pangan lokal haruslah menyesuaikan dengan situasi sosial
dan budaya yang berlaku di masyarakat. Misalnya dengan mengadakan festival atau
gelar budaya pangan lokal di setiap desa dengan memanfaatkan dana desa yang
ada. Sebagai media informasi, dapat dengan memanfaatkan folk media karena
masyarakat masih menyukai budaya dan kesenian tradisional sebagai media
informasi nilai-nilai termasuk pesan-pesan pembangunan.
Penyebaran informasi melalui media massa juga diperlukan untuk
menyebarkan informasi dan membangun kesadaran secara masal. “Tetapi untuk
mengubah sikap dan kebiasaan makan pangan lokal pada masyarakat pedesaan
dibutuhkan pemuka pendapat (opinion
leader), karena untuk sistem sosial dengan kekerabatan dan interaksi sosial
yang tinggi, saluran interpersonal merupakan saluran yang dianggap paling mampu
memberikan informasi mengenai diversifikasi pangan lokal.” pungkas Mohamad.
(ags)