Suasana di Kafe Legend Jogja Sabtu malam kemarin (2/12)
sekilas terlihat biasa saja. Banyak anak-anak muda duduk berkumpul dan
berbincang bersama dalam satu meja, sambil menikmati makanan dan
minumannya masing-masing.
Namun
begitu masuk ke Bung Karno Room, suasana menjadi sangat berbeda. Di
ruangan yang dipenuhi oleh pajangan foto-foto Bung Karno itu, digelar
acara Ngopas (Ngobrol Pemuda dan Ketahanan Nasional) yang dihelat oleh
Keluarga Mahasiswa Ketahanan Nasional Sekolah Pascasarjana UGM. Menjadi
istimewa karena pembicara yang hadir dalam acara tersebut adalah seorang
Sukarnois, Mochamad Nur Arifin. Kekagumannya pada sosok Bung Karno
telah ia tuangkan dalam buku “Bung Karno Menerjemahkan Alquran” yang
terbit pada Mei 2017 lalu.
Mas
Ifin, demikian ia akrab disapa, juga merupakan Wakil Bupati Kabupaten
Trenggalek. Di usianya yang ke 25 tahun, ia sudah berhasil menjadi Wabup
mendampingi Emil Dardak. Dalam acara bertajuk “Kepemimpinan Pemuda
Zaman Now” itu, ia banyak bercerita tentang perjalanan karir politiknya.
Pemuda
yang telah tercatat dalam Rekor MURI sebagai Wakil Bupati Termuda
Se-Indonesia itu berkisah, keputusannya untuk terjun ke dunia politik
karena memenuhi amanah dari bapaknya.
“Bapak
saya meninggal saat saya masih berusia 17 tahun dan saya merasa belum
bisa membahagiakan orang tua saya. Bapak saya bilang Dulu Bapak pergi
ke Surabaya meninggalkan Trenggalek karena di sana tidak bisa makan.
Sekarang kita sudah bisa makan. Tapi masih banyak saudara kita di
Trenggalek yang belum bisa makan. Jadi motivasi politik saya sangat
emosional. Saya berusaha mewujudkan keinginan orang tua saya yang
barangkali dengan itu mereka bisa bahagia.” kenangnya.
Ia
kemudian terjun langsung ke masyarakat Trenggalek melakukan kerja-kerja
sosial. Dari sanalah ia kemudian melihat secara langsung betapa
susahnya kehidupan masyarakat Trenggalek saat itu. Dengan menggunakan
dana CSR perusahaan miliknya, ia mendampingi para petani di Trenggalek
dan mendorong mereka agar bertani secara organik.
“Dengan bertani secara organik, biaya produksi bisa lebih murah, namun harga jual bisa lebih tinggi.” Katanya.
Top Down Revolution
Di
samping memenuhi amanah bapaknya, Ifin mengaku dorongan terjun ke
politik juga didasari oleh keinginannya melakukan top down revolution.
Sebab ia yakin top down revolution lebih smooth dan tidak akan
menimbulkan pertumpahan darah dibandingkan dengan buttom up revolution.
“Caranya
ialah dengan membumikan kebijaksanaan melalui kebijakan-kebijakan yang
berpihak kepada rakyat.” tutur pemuda yang mengaku pernah di Drop Out
(DO) dari Unair Surabaya itu.
Salah
satu kebijakan yang telah ia telurkan selama memimpin Kabupaten
Trenggalek bersama Emil di antaranya adalah kebijakan agar pusat
perbelanjaan dan toko swalayan berjaringan hanya dapat didirikan oleh
koperasi (berdiri di atas koperasi). Sehingga keberadaan toko-toko
modern tidak membunuh toko-toko tradisional. Sebaliknya, keduanya justru
saling berkolaborasi.
“Selain
itu kami juga mewadahi UMKM di Trenggalek untuk disertifikasi secara
terpadu melalui Sertifikasi Gemilang yang meliputi HAKI, BPOM,
sertifikasi halal, dan ISO. Agar produk-produk mereka bisa lebih
memiliki daya saing. Kalau satu-satu, mereka tidak akan mampu dan
biayanya sangat mahal.” sambungnya.
Saat
ini kabupaten Trenggalek memiliki beberapa produk unggulan, di
antaranya batik Terang ing Galih dan kopi Van Dillem yang telah
dipasarkan secara luas melalui kerja sama dengan berbagai distributor.
“Jadi
kalau kita ngomong kepemimpinan dan politik zaman now bukan lagi
tentang kekuasaan. Tapi pilihan keberpihakan.” tandasnya. (DA)