Secara statistik, dibandingkan pria, wanita lebih teliti, sabar dan bertanggungjawab dalam pekerjaan, akan tetapi mereka kurang berani untuk mengambil keputusan yang mengandung resiko
–Prof. Dr. Retno Sunarminingsih, M.Sc., Apt.-
Pernyataan diatas diungkapkan Prof. Dr. Retno Sunarminingsih, M.Sc., Apt. dalam konferensi internasional “women in Public Area” yang berlangsung selama dua hari, 16-17 July 2008, bertempat di gedung Sekolah Pascasarjana UGM. Konferensi ini meruapakan kerjasama Pusat Studi Wanita UGM dengan Sekolah Pascasarjana UGM. Pembukaan acara dihadiri Dr. Mutia Hatta, Menteri Peranan Wanita, Direktur Sekolah Pascasarjana UGM, Prof. Dr. Irwan Abdullah, Wakil Rektor Senior Bidang Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian pada Mayarakat, Prof. Dr. Retno Sunarminingsih, M.Sc., Apt. serta partisipan dari berbagai negara seperti Amerika, Pakistan, Philipina, Nigeria, Spanyol, Colombia, India dll. Konferensi ini dilaksanakan dalam rangka memperingati seratus tahun kebangkitan perempuan Indonesia.
Dalam pidato pembukaannya, Prof. Dr. Retno Sunarminingsih mengatakan bahwa kesetaraan gender masih saja menjadi persoalan utama, bukan hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Gender bukan hanya tanggungjawab perempuan, tetapi juga tanggangjawab pria sebagai pathner perempuan dalam hidup.
Kesempatan yang terbatas dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, pengambilan keputusan politik, hukum dan regulasi membuat partisipasi perempuan dalam sektor publik juga terbatas, hal ini diungkapkan Mutia Hatta, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia yang bertindak sebagai pembicara utama. Untuk itu, beberapa strategi yang dilakukan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam sektor publik adalah dengan memberdayakan institusi yang perduli terhadap gender, memberikan dukungan politik, serta menyediakan material pendidikan yang tidak bias gender. Dalam kesempatan tersebut, Mutia Hatta juga menyinggung tentang beberapa program yang dibuat pemerintah Indonesia untuk meningkatkan partisipasi keperdulian laki-laki terhadap perempuan dengan membentuk “Gerakan Sayang Ibu dan Suami Siaga”. Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa beberapa hal yang masih menjadi persoalan saat ini adalah tidak terdapat peraturan untuk melindungi pekerja dalam sektor informal seperti pembantu serta belum adanya peraturan yang berhubungan dengan pengamanan untuk perempuan hamil yang bekerja serta wanita yang bekerja pada malam hari.
Pada hari pertama, konferensi terbagi menjadi 2 sesi. Sesi pertama mengangkat tema perempuan dalam sosial budaya, teknologi, sastra, ekonomi dan buruh, dengan menghadirkan pembicara Dr. Ratna Saptari (University of Leiden), Dr. Dr. Rohani Abdul (Universitas kebangsaan Melayu, Malaysia), Dr. David A. Aremu (University of Ibadan, Nigeria), Dr. Nenita Domingo (University of California, USA) dan Prof. Dr. Hafeez (Quaid-i-Azam University, Pakistan). Sesi pertama ini dipandu oleh Mrs. Laila Kamyab dari Iran. Sesi kedua berbicara tentang pemberdayaan Perempuan dan Politik. Pembicara dalam sesi ini adalah Prof. Dr. Ayesha Begum (University of Dhake), Dr. Nathuram Kaswan (Govt.PG. College, Srigangangar, India), Dr. Kameshwar Prasad Singh & Dr. Asha Singh (Ranchi University, India) Aneela Sulthana (Quaid-i-Azam University, Pakistan) dan Dr. Nur Azizah, M.Si (University of Muhammadiyah, Indonesia), dengan moderator Amir Rostamdokht (INCULS, Gadjah Mada University).
Konferensi ini selain menghadirkan pembicara dari berbagai latar belakang disiplin ilmu, konferensi ini juga menghadirkan pertunjukan seni “Trilogi Dalang Wanita”, dengan didalangi oleh Ganeswara Sayekti (Indonesia), Nyi Sophia Penicarito (Indonesia) dan Hanae Kobayashi (Japan).